Penulis: Vera Vlesia RS,S.Sos (Pranata Humas Diskominfo Kabupaten Beltim)
Kemajuan teknologi pada era globalisasi ini sudah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Perkembangan teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi sangat pesat dan membawa dampak signifikan terhadap kehidupan manusia di berbagai bidang. Kemajuan di bidang komunikasi membuat kita dapat saling berkomunikasi tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu.
Perkembangan perangkat telekomunikasi dan akses internet mengalami peningkatan cukup signifikan dan masyarakat menyadari akan pentingnya berjejaring serta literasi digital dalam memanfaatkan teknologi. Semua kenyataan yang terlihat tersebut, esensinya karena kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualitas hidupnya sehingga masyarakat membutuhkan informasi yang cepat dan tepat.
Teknologi informasi menurut Wikipedia adalah istilah umum untuk teknologi apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi.
Dari makna tersebut, tujuan dari teknologi informasi adalah menyelesaikan masalah, menumbuhkan kreativitas, meningkatkan efektivitas dan efisiensi didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Maka dengan adanya teknologi informasi membuat manusia lebih mudah dan efisien dalam bekerja.
H.M.Arsyad Sanusi dalam bukunya “Hukum dan Teknologi Informasi” menyebutkan bahwa wujud dari teknologi informasi yang banyak digunakan manusia saat ini diantaranya komputer dan perangkat lainnya seperti internet, jaringan, wireless, hardware dan software. Secara umum komputer dan internet berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dan alat pengolahan informasi.
Perkembangan teknologi informasi telah membawa masyarakat menuju era digital, segala informasi, ilmu pengetahuan dan lainnya mulai disajikan dalam format digital. Berbagai platform mulai bermunculan seiring dengan berkembangnya internet. Platform-platform yang bermunculan dibuat dengan berbagai tujuan, yang pada intinya untuk memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi, berkolaborasi, mencari informasi, membagikan informasi, dan menyebarkan informasi yang diperolehnya.
Sebagaimana yang disampaikan Ismail Fahmi, Direktur Media Kernels Indonesia dalam Knoledge Sharing Literasi Informasi berbasis Media Digital (4/3/2021) bahwa pada era digital 4.0 perkembangan big data semakin meningkat 50 kali dari tahun 2010 hingga 2020 dan selama 2 tahun terakhir data digital meningkat sebesar 90 persen. Hal ini diperkuat dengan semakin maraknya penggunaan media sosial seperti YouTube, WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, LINE, dan Facebook Messenger.
Sosial media seperti twitter, penggunanya naik dari 27 persen (2018) menjadi 56 persen pada tahun 2020. Disinformasi data dapat menguntungkan beberapa model bisnis seperti contoh berita kontroversial yang terdapat pada twitter dan facebook menyebar lebih cepat 6 kali lipat daripada berita benar. Model yang dihasilkan algoritma ini membuat perilaku membagi disinformasi itu jauh lebih mudah dilakukan daripada perilaku mencari dan menyebarkan kebenaran.
Ismail Fahmi juga mencontohkan salah satu fenomena gelombang informasi yang paling banyak dibicarakan masyarakat dunia saat ini mengenai masalah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pertama, mengenai masker, Virologist Judy Mikovits mengungkapkan bahwa memakai masker akan mengaktifkan virus dari diri sendiri, lalu membuat kita jadi sakit. Kalau dipercaya, ini orang akan ramai-ramai melepas masker. Kedua, air laut yang asin mengandung mikroba yang bisa menyembuhkan kalau sakit covid. Apakah dapat diterima secara logika? Virus itu adanya di dalam tubuh, di paru-paru, di darah. Kalau berenang di pantai lalu kita meminum air laut, supaya mikrobanya menyembuhkan sakit kita?
Banyaknya pesan yang berkaitan erat dengan pesan-pesan pandemi covid-19 yang silih berganti membuat masyarakat semakin bingung dengan minimnya kualitas pesan yang diterima. Paling tidak membuat cemas masyarakat dan ketakutan lalu menurunkan imun tubuh.
Dalam situasi yang dinamis ini, kredibilitas informasi yang dikeluarkan ke publik dan transparansi informasi yang beredar masih kurang terkontrol, dimana masyarakat dapat dengan mudah mempercayai informasi yang belum tentu pasti kebenarannya. Inilah perubahan perilaku membaca masyarakat sebagai akibat dari perkembangan teknologi digital. Dampaknya muncul beragam masalah penyimpangan informasi antara lain hoax, fake news, misinformasi, disinformasi dan berbagai sebutan yang lain.
Kemampuan literasi masyarakat Indonesia, seperti dikutip kemenkumham.go.id, berdasarkan peringkat UNESCO, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham RI), Yasonna H. Laoly menilai interaksi masif di media sosial, belum dibarengi dengan kemampuan analisa dan kecermatan dalam memilah informasi. Kemampuan literasi di sini bukan kemampuan membaca semata. Karena kalau sekedar membaca, hampir seluruh orang Indonesia sudah kenal huruf. Tetapi literasi yang dimaksud di sini adalah kemampuan membaca secara kritis, menganalisa, membandingkan dengan sumber lain kemudian melakukan keputusan.
Dimasa krisis dengan situasi yang kompleks, publik butuh pegangan. Government Public Relations (GPR) atau humas pemerintah dituntut untuk dapat beradaptasi dengan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan bahasa yang baik dan cepat karena publik telah mengalami perubahan dan mengaplikasikan teknologi serta perangkat pendukungnya dalam berbagai aspek kehidupan. Kecepatan gerak humas ini tak lain adalah untuk mengantisipasi munculnya penyimpangan informasi yang marak dewasa ini. Penyimpangan informasi akan lebih tampak nyata dibandingkan fakta yang tidak disajikan dengan merata.
Prof. Dr. Widodo Muktiyo selaku Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Komunikasi dan Media Massa dalam buku ‘The Real GPR: 111 Tulisan Pranata Humas Indonesia’ menyampaikan fenomena disrupsi menuntut adanya transformasi digital, termasuk di dalamnya perubahan layanan publik yang mencakup layanan informasi. Pranata humas harus adaptif dan memanfaatkan transformasi ini agar lebih cepat memberikan informasi yang lengkap dan akurat, termasuk meluruskan informasi yang salah dan terlanjur menyebar.
Di era industri 4.0 dunia butuh praktisi PR. Era humas 4.0 adalah era dimana Artifcial Intelligent (AI) dan era big data hadir sehingga humas dituntut untuk mampu mengolah big data dan mengoptimalkan teknologi informasi agar kualitas komunikasi dan layanan informasi semakin memuaskan para pemangku kepentingan.
Ditengah banjirnya konten dan informasi, humas 4.0 harus mampu mengidentifikasi target, kanal yang digunakan serta konten yang dibutuhkan. Selain itu, memiliki mobilitas yang tinggi, kemampuan digital, analitik, menulis konten, menguasai teknik penulisan berita dan menuangkan dalam tulisan, membangun jaringan dan selalu haus informasi, memiliki karekteristik atau spesialisasi serta melakukan pekerjaan teknis lainnya.
Ketika dihadapkan dengan suatu masalah dan komplain yang disampaikan melalui sosial media, setidaknya PR mampu menanggapinya secara cepat, tanpa harus membiarkan komplain menjadi bumerang. Namun bila mengalami kesalahan dalam pengelolaan media sosial bisa berakibat fatal bagi humas pemerintah maupun instansi yang dinaunginya. Salah satu contoh adalah ketika ada ajakan untuk tidak keluar rumah serentak se-Pulau Belitung selama 24 jam sempat beredar luas di media sosial, pihak PR dari Diskominfo Kabupaten Belitung Timur langsung menanggapinya bahwa hal itu adalah disinformasi karena pemda tidak pernah mengeluarkan himbauan untuk tidak keluar rumah selama 24 jam.
Disinilah yang menjadi tantangan bagi humas pemerintah dalam membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah sebagai sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya. PR harus menguasai teknologi informasi dan diharuskan mengikuti perkembangan teknologi. Kerjanya tidak cukup dengan satu jenis platform media, namun humas pemerintah harus melirik media sosial dalam menyebarluaskan informasi dan pemberitaan seperti membuka akun instansi pemerintah pada Twitter, Facebook, Instagram, Youtube dan website instansi pemerintah.
Selain itu, PR tentu saja haruslah profesional dan berjiwa layaknya milenial dalam menjaga hubungan baik dengan berbagai stakeholders seperti publik, media, aparat pemerintah lain serta pemangku kepentingan lainnya. Semua ini menjadi pegangan untuk kerja PR dalam menyampaikan berbagai kebijakan dan program prioritas pemerintah secara cepat dan tepat melalui berbagai saluran komunikasi kepada masyarakat.